Jumat, 04 Oktober 2013

tafsir ayat tentang hukum


Tafsir Ayat tentang Hukum
1.      Surat al-Maidah ayat 1
a.      Kutipan ayat
 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيمَةُ الأنْعَامِ إِلا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ
”Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu . Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu.  dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum hukum menurut yang dikehendaki-Nya”.

b.      Asbabunnuzul[1]
Pada suatu waktu ada seorang laki-laki datang kepada Ibnu Mas’ud seraya berkata” ikatlah janji dengan ku!” sehubungan dengan itu Abdillah bin Mas’ud tidak menjawab, yang kemudian dia menghadap kepada Rasulullah SAW menyampaikan apa yang disampaikan laki-laki itu. Sehubungan dengan itu Allah SWT menurunkan ayat ke-1 sebagai ketegasan, agr orang-orang yang beriman menguatkan janji-janji mereka dan memenuhinya. Disamping itu dihalalkan buat mereka binatang ternak yang disembelih secara Islam serta berburu disaat melaukan ibadah haji adalah dilarang. (HR. Ibnu Abi Hatim dari Nu’aim bin Hammad dari Abdillah bin Mubarrak dari Mas’ar dari Auf).
Hathim bin Hindun al-Bakri datang ke Madinah dengan membawa kafilah (rombongan berkendaraan unta) yang penuh dengan berbagai macam bahan maanan untuk diperdagangkan. Dia datang kepada Rasulullah SAW untuk menyatakan bai’at (janji setia) serta menyatakan keislamannya. Sewaktu Hatim bin Hindun kembali pulang, Rasullah bersabda kepada para sahabat yang berada di sisi beliau: “dia datang kepada ku dengan muka seorang penjahat dan pergi dengan punggung seorang pengkhianat”. Apa yang disabdakan Rasulullah pun menjadi kenyataan. Sewaktu dia sampai ke Yamamah, maka kembali murtad dari ajaran Islam

c.       Penjelasan Ayat[2]

Ibn Abi Hatim mengatakan dari az-Zuhri, ia berkata: apabila Allah berfirman : ( يَا أَيُّهَا الَّذِينَ) “hai orang-orang yang beriman” kerjakanlah oleh kalian, maka Nabi saw termasuk dari mereka.
Mengenai firman-Nya: (أَوْفُوا بِالْعُقُودِ  ) penuhilah akad-akad itu”, Ibnu ‘Abbas, Mujahid, dan beberapa ulama lainnya mengatakan: Yang dimaksud dengan akad adalah perjanjian”. Ibnu Jarir juga menceritakan adanya ijma’ tentang hal itu. Ia mengatakan: “perjanjian-perjanjian adalah apa yang mereka sepakati, berupa sumpah atau yang lainnya”.
Mengenai firman Allah SWT : (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُود) “ hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu”, Ali bin Abi Thalhah mengatakan dari Ibnu ‘Abbas, (ia berkata): “yang dimaksud dengan perjanjian tersebut adalah segala yang dihalalkan dan diharamkan Allah, yang difardhukan, dan apa yang ditetapkan Allah di dalam al-Quran secara keseluruhan, maka janganlah kalian mengkhianati dan melanggarnya.” Lalu Allah mempertegas hal itu pada ayat: (وَالَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ وَيَقْطَعُونَ مَا أَمَرَ اللَّهُ بِهِ أَنْ يُوصَلَ وَيُفْسِدُونَ فِي الأرْضِ أُولَئِكَ لَهُمُ اللَّعْنَةُ وَلَهُمْ سُوءُ
                                                                                                (الدَّار Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahanam).” (QS.Ar-Ra’d: 25). Sebagian ulama yang berpendapat bahwa tidak ada pendapat hak khiyar (pilih) dalam jual beli menjadikan ayat tersebut sebagai dalil.

Mengenai ayat: (أَوْفُوا بِالْعُقُود) “penuhilah akad-akad itu,” Ibnu Abbas mengatakan keharusan berpegang dan menepati janji, dan hal itu menuntut untuk dihilangkannya hak pilih dalam jual beli.” Demikianlah mazhab ( pendapat) Abu Hanifah dan Malik. Namun pendapat tersebut bertentangan dengan pendapat Syafi’i, Ahmad dan  Jumhur Ulama. Yang menjadi dalil dalam hal itu adalah hadist yang terdapat dalam ash-shahihain , dari Ibnu ‘Umar, ia berkata:”Rasulullah SAW bersabda: “penjual dan pembeli mempunyai hak khiyar[3] selama keduanya belum berpisah.”  
                        Hal itu jelas sekali dalam menetapkan adanya hak pilih tentang jual-beli sebagi kelanjutan bagi perjanjian jual beli. Dan hal itu tidak menafikan keharusan berpegang teguh dalam perjanjian, justru menurut syariat hal itu adalah sebagai konsekuensi dari sebuah perjanjian tersebut.
                        Firman-Nya: (أُحِلَّتْ لَكُمْ بَهِيمَةُ الأنْعَامِ ) “dihalalkan bagi mu binatang ternak”, yaitu unta sapi dan kambing”, demikian yang dikatakan Abu Hasan, Qatadah, dan beberapa ulama lainnya. Ibnu Jarir mengatakan: “dan demikian halnya menurut bangsa Arab.”
                        Firman-Nya: (إِلا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ ) kecuali yang akan dibacakan kepadamu” masudnya: kecuali yang akan diberitahukan kepada alian berupa pengeharaman sebagian binatang tersebut dalam beberapa kondisi tertentu.”  
                        Firman-Nya: (غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ) “yang demikian itu dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji,” sebagian ulam mengatakan: “ kata “غَيْر" adalah manshub karena berkedudukan sebagai hal (yang menerangkan keadaan). Yang dimaksud binatang tersebut adalah bintang yang jinak; terdiri dari untu; terdiri dari untu, sapi, kambing; dan yang termasuk dalam kategori liar, mislanya, kijang, sapi liar, dan keledai. Dari kelompok binatang jinak itu dikecualikan bintang yang diburu ketia dalam keadaan berihram.”
2.      Surat al-Qalam ayat 39 – 41
a.      Kutipan Ayat
Atau apakah kamu memperoleh janji yang diperkuat dengan sumpah dari Kami, yang tetap berlaku sampai hari kiamat; sesungguhnya kamu benar-benar dapat mengambil keputusan ? (39) Tanyakanlah kepada mereka: "Siapakah di antara mereka yang bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil itu. (40) Atau apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu? Maka hendaklah mereka mendatangkan sekutu-sekutunya jika mereka adalah orang-orang yang benar. (41)

b.      Penjelasan Ayat
Firman-Nya: (أَمْ لَكُمْ أَيْمَانٌ عَلَيْنَا بَالِغَةٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ إِنَّ لَكُمْ لَمَا تَحْكُمُونَ), apakah kamu mempunyai perjanjian dengan Kami yang dikukuhkan, sehinggah Kami tidak akan keluar dari perjanjian itu, bahwa kamu akan memperoleh segala yang kamu inginkan dan kamu senangi?
      Ringkasnya, apakah Kami pernah bersumpah kepadamu, bahwa kamu akan memperoleh segala yang kamu inginkan?
      Kemudian Allah memerintahkan kepada rasul-Nya saw. Agar menanyakan kepada mereka pertanyaan untuk menghina dan mencela. Firman-Nya:
(سَلْهُمْ أَيُّهُمْ بِذَلِكَ زَعِيمٌ) Za’im bagi orang Arab adalah orang yang menjamin dan berbicara atas nama kaum. Tanyakan kepada mereka,” siapakah yang menjamin pelaksanaan hukum yang demikian itu?
      Firman-Nya: (أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ فَلْيَأْتُوا بِشُرَكَائِهِمْ إِنْ كَانُوا صَادِقِينَ ), apakah mereka mempunyai orang-orang yang berserikat dengan merea dalam pendapat ini, atau persamaan antara orang-orang muslimin dengan orang-orang mujrim (berdosa)? Apabila demikian halnya, hendaklah mereka datangkan orang-orang itu, jika mereka benar dalam dakwaan mereka.[4]

3.      KESIMPULAN
a.       Al-Maidah ayat 1
Dalam surat ini dijelaskan bahwa dalam sebuah perjanjian hendaklah memenuhi akad-akad yang telah disepakati. Hal ini juga telah ditegaskan dalam(QS.Ar-Ra’d: 25). Orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahanam).
b.      Al-Qalam ayat 39 - 41
Dalam ayat ini diterangankan bahwa Allah SWT mempertanyakan kebenaran janji yang telah di paparkankan oleh kaum kafir, dan menjelaskan bahwa Allah SWT tidak pernah membuat perjanjian tersebut. Apabila memang ada perjanjian tersebuat Allah SWT mempertanyakan siapa yang akan bertanggung  jawab dengan keputusan yang telah diambil itu. Dan jika meraka merasa benar, hendakla mereka mendatangkan sekutu-sekutu mereka.


[1] A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul Study Pendalaman Al Qur’an, (Rajawali Press, Jakarta: 2002), hlm. 293
[2] Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibn Katsir jilid 3, (Pustaka Imam Syafi’i, 2009) hlm,1
[3] Khiyar merupakan hak memilih untuk jadi atau membatalkan
[4] Bahrun Abubakar, Tafsir al-Maragi, (PT. Karya Toha Putra, Semarang: 1993), hlm. 72

Tidak ada komentar:

Posting Komentar