Kamis, 10 Oktober 2013

MAHAR DAN WALIMAH


 BAB I
PENDAHULUAN
Setiap pernikahan pasti ada mahar dan selalu dibarengi dengan walimatul ursy atau acara pernikahan. Mahar merupakan suatu yang wajib diberikan oleh seorang calon suami kepada seorang calon istri. Sedangkan acara resepsi pernikahan (walimah) sudah dianggap lumrah dan membudidaya dikalangan masyarakat dimanapun berada. Hanya saja cara dan pelaksanaannya berbeda sesuai dengan adat istiadat atau kebiasaan masyarakat itu sendiri. Namun, tujuan dari walimah itu sama saja yaitu sebagai rasa syukur atas kebahagiaan yang keluarga kedua mempelai rasakan.
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    MAHAR
1.      Pengertian Mahar dan Hukumnya
Mahar secara etimologi artinya maskawin. Secara terminologi, mahar ialah pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seorang istri kepada calon suaminya. Atau suatu pemberian yang diwajibkan bagi calon suami kepada calon istrinya, baik dalam bentuk benda maupun jasa (memerdekakakn, mengajar, dll). [1]
Pengertian mahar menurut syara’ adalah sesuatu yang wajib sebab nikah atau bercampur atau keluputan yang dilakukan secara paksa seperti menyusui dan ralat  para saksi.[2]
Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang wanita dengan member hak kepadanya, di antaranya adlah hak untuk menerima mahar (maskawin). Mahar hanya diberikan oleh calon suami kepada calon istri, bukan kepada wanita laon atau siapapun walaupun sangat dekat dengannya. Orang lai tidak boleh menjamah apalagi menggunkannya, meskipu oleh suaminya sendiri, kecuali dengan ridha dan kerelaan si istri. Allah SWT berfirman:
Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian yang wajib, tetapi apabila istri itu dengan sukarela menyerahkannya kepada kamu, makanlah pemberiannya itu dengan senang dan baik-baik. (Q.S An-Nisa: 4)[3]
Imam Syafi’i mengatakan bahwa mahar adalah sesuatu yang wajib diberikan oleh seorang laki-laki kepada perempuan untuk dapat menguasai seluruh anggota badannya.
Jika istri telah menerima maharnya, tanpa paksaan dan tipu muslihat, lalu ia memberikan sebagian maharnya maka boleh diterima atau tidak disalahkan. Akan tetapi, bila istri dalam memberikan maharnya karena malu atau takut, maka tidak halal menerimanya. Allah SWT berfirman:
Dan jika kamu ingin mengganti istrimu dengan istri yang lain, sedangkan kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, maka janganlah kamu mengambil kembali darinya barang sedikit pun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata? (Q.S An-Nisa: 20)
Dalam ayat lain, Allah SWT berfirman:
Bagaiman kamu akan mengambilnya kembali padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (Q.S An-Nisa: 21)

Karena mahar merupakan syarat sahnya nikah, bahkan Imam Malik mengatakannya sebagai rukun nikah, maka hukum memberikannya adalah wajib.[4]

2.      Syarat-Syarat Mahar
Mahar yang diberikan kepada calon istri harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.       Harta/ bendanya berharga. Tidak sah mahar dengan yang tidak berharga, walaupun tidak ada ketentuan banyak atau sedikitnya mahar. Akan tetapi apabila mahar sedikit tapi bernilai maka tetap sah.
b.      Barangnya suci dan bisa diambil manfaatnya. Tidak sah mahar dengan khamar, babi atau darah, karena semua itu haram dan tidak berharga.
c.       Barangnya bukan barang ghasab. Ghasab artinya mengambil barang milik orang lain tanpa seizinnya, namun tidak bermaksud untuk memilikinya karena berniat untuk mengembalikannya kelak. Memberikan mahar dengan barang hasil ghasab tidak sah, tetapi akadnya tetap sah.
d.      Bukan barang yang tidak jelas keadaannya. Tidak sh mahar dengan memberikan barang yang tidak jelas keadaannya, atau tidak disebutkan jenisnya.[5]

3.      Kadar (ukuran) Mahar
Syariat Islam tidak membatasi kadar maskawin yang diberikan suami kepada istrinya. Agama menyerahkannya kepada masyarakat untuk menetapkannya menurut adat yang berlaku di kalangan mereka, menurut kemampuan. Nash Al-Quran dan hadits hanya menetapkan bahwa maskawin itu harus berbentuk dan bermanfaat tanpa melihat sedikit atau banyaknya.[6]
Imam Syafi’i, Ahmad Ishaq, Abu Tsaur dan fuqaha Madinah dari kalangan tabi’in berpendapat bahwa bagi mahar tidak ada batas terendahnya. Segala sesuatu yang dapat menjadi harga bagi sesuatu yang lain dapat dijadikan mahar. Pendapat ini juga dikemukakan oleh Ibnu Wahab dari kalangan pengikut Imam Malik.[7]
Sebagian fuqaha yang lain berpendapat bahwa mahar itu ada batas terendahnya. Imam malik dan para pengikutnya mengatakan bahwa mahar itu paling sedikit ¼ dinar emas murni, atau perak seberat tiga dirham, atau bisa dengan barang yang sebanding berat emas dan perak tersebut.
Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa paling sedikit mahar itu adalah sepuluh dirham. Riwayat lain ada yang mengatakan lima dirham, ada lagi yang mengatakan empat puluh dirham.
Pangkal silang pendapat ini kata Ibn Rusyd ada dua hal, yaitu:
1.      Ketidakjelasan akad nikah itu sendiri antara kedudukannya sebagai salah satu jenis pertukaran, karena yang dijadikan adalah kerelaan menerima ganti, baik sedikit maupun banyak, seperti halnya  dalam jual beli dan kedudukannya sebagai ibadah yang sudah ada ketentuannya. Demikian itu karena ditinjau dari segi bahwa dengan mahar itu laki-laki dapat memiliki jasa wanita untuk selamanya, maka perkawinan itu mirip dengan pertukaran. Tetapi ditinjau dari segi adanya larangan mengadakan persetujuan untuk meniadakan mahar, maka mahar itu mirip dengan ibadah.
2.      Adanya pertentangan antara qiyas yang menghendaki adanya pembatasan mahr dengan mafhum hadits yang tidak menhendaki adanya pembatasan. Qiyas yang menghendaki adanya pembatasan adalah seperti pernikahan itu ibadah, sedangkan ibadah itu sudah ada ketentuannya.
Mereka berpendapat  bahwa sabda Rasulullah SAW, “ carilah, walaupun hanya cincin besi”, merupakan dalil bahwa mahar itu tidak mempunyai ratasan terendahnya. Karena jika memang ada batasan terendahnya tentu beliau menjelaskannya.
4.      Memberi Mahar dengan Kontan dan Hutang
Dalam fiqh Islam mahar dipandang sebagai hak yang wajib diberikan kepada istri, hanya suami tidak harus segera menyerahkan mahar istrinya pada saat suksesnya akad pernikahan. Akan tetapi, boleh menurut kesepakatan, apakah tunai seluruhnya atau diutangkan seluruhnya atau dibayar tunai sebagian dan diutangkan sebagian. Baik penangguhan itu dalam tempo yang dekat atau tempo yang lama, baik penangguhan itu pada tanggal tertentu atau waktu terdekat dari dua masa, yakni meninggal atau talak atau dikredit bulanan atau tahunan, semuanya bergantung pada kesepakatan. Jika mahar disebutkan secara mutlak dan keduanya tidak ada kesepakatan apakah tunai atau diutangkan, keputusannya dikembalikan kepada uruf pernikahan negeri itu. [8]
Dalam hal penundaan pembayaran mahar (hutang) terdapat dua perbedaan pendapat di kalangan ahli fiqh. Segolongan ahli fiqh berpendapat bahwa mahar itu tidak boleh diberikan dengan cara dihutang keseluruhan.
Segolongan lainnya mengatakan bahwa mahar boleh ditunda pembayarannya, tetapi menganjurkan agar membayar sebagian mahar di muka manakala akan menggauli istri. Dan di antara fuqaha yang membolehkan penundaan mahar (diangsur) ada yang membolehkan hanya untuk tenggang waktu terbatas yang telah ditetapkannya. Demikian pendapat Imam Malik. Ada juga yang membolehkan karena atau perceraian, ini adalah pendapat Al-Auza’I. perbedaan pendapat tersebut karena apakah pernikahan itu dpaat disamakan dengan jual beli dalam hal penundaan, atau tidak dapat disamakan dengannya.
Bagi fuqaha yang mengatakan bahwa disamakan dengan jual beli, mereka berpendapat bahwa penundaan itu tidak boleh sampai terjadinya kematian atau perceraian. Sedangkan yang mengatakan tidak dapat disamakan dengan jual beli, mereka berpendapat bahwa penundaan membayar mahar itu tidak boleh dengan alas an bahwa pernikahan itu merupakan ibadah.

5.      Macam-Macam Mahar
a.       Mahar musamma
Mahar musamma yaitu mahar yang sudah disebut atau dijanjikan kadar dan besarnya ketika akad nikah, atau mahar yang dinyatakan kadarnya pada waktu akad nikah.
Ulama fiqh sepakat bahwa dalam pelaksanaannya, mahar musamma harus diberikan secara penuh apabila:
1.      Telah bercampur (bersenggama).
2.      Salah satu dari suami istri meninggal. Demikian menurut ijma’.[9]
Mahar musamma juga wajib dibayar seluruhnya apabila suami telah bercampur dengan istri, dan ternyata hikahnya rusak dengan sebab-sebab tertentu, seperti ternyata istri mahram sendiri, atau dikira perawan ternyata janda, atau hamil dari bekas suami lama. Akan tetapi, kalau istri dicerai sebelum bercampur, hanya wajib dibayar setengahnya, berdasarkan firman Allah SWT: “ Jika kamu menceraikan istri-istrimu sebelum bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu. (Q.S An-Nisa: 237)
b.      Mahar mitsil (sepadan)
Mahar mitsil yaitu mahar yang tidak disebut besra kadarnya pada saat sebelum ataupun sesudah ketika terjadi pernikahan. Atau mahar yang diukur (sepadan) dengan mahar yang pernah diterima oleh keluarga terdekat, agak jauh dari tetangga sekitarnya, dengan mengikat status social, kecantikan dan sebagainya.
Bila terjadi mahar itu tidak disebut besar kadarnya pada saat sebelum atau ketika terjadi pernikahan, maka mahar itu mengikuti maharnya saudara perempuan pengantin wanita (bibi, bude, anak perempuan bibi/ bude). Apabila tidak ada, maka mitsil itu beralih dengan ukuran wanita lain yang sederajat dengan dia.
Mahar mitsil juga terjadi dalam keadaan sebagai berikut:
1.      Apabila tidak disebutkan kadar mahar dan besarnya ketika berlangsung akad nikah, kemudian suami telah bercampur dengan istri, atau meninggal sebelum bercampur.
2.      Jika mahar musamma belum dibayar sedangkan suami telah bercampur dengan istri dan ternyata nikahnya tidak sah.[10]

B.     WALIMAH
1.1  Pengertian Walimah
Walimah الوليمة artinya Al-ja’mu = kumpul, sebab antara suami dan istri berkumpul. Walimah الوليمة berasal dari kata Arab: اَلْوَلِمَ artinya makanan pengantin. Maksudnya adalah makanan yang disediakan khusus dalam acara pesta perkawinan. Bisa juga diartikan sebagai makanan untuk tamu undangan atau lainnya. Walimah diadakan ketika acara akad nikah berlangsung, atau sesudahnya, atau ketika hari perkawinan (mencampuri istrinya) atau sesudahnya. Bisa juga diadakan tergantung adat dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. [11]

1.2 Kedudukan Hukum

1.      Dasar Hukum Walimah
 Jumhur ulama sepakat bahwa mengadakan walimah itu hukumnya sunnah mua’kad. Hal ini didasarkan hadits Rasulullah SAW.
 عَنْ اَنَسٍ قَالَ : مَااَوْلَمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلََّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى شَىْءٍ مِنْ نِسَائِهِ مَا اَوْلَمَ عَلَى زَيْنَبَ اَوْلَمَ بِشَاةٍ {رواه البخارى ومسلم}
Artinya: “Dari Annas, ia berkata, “Rasulullah SAW, mengadakan walimah dengan seekor kambing untuk istri-istrinya dan untuk Zainab”. (HR. Bukhari dan Muslim)
 عَنْ بُرَيْدَةَ قَالَ لَمَا خَطَبَ عَلِىٌّ فَاطِمَةَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اَنَّهُ لاَبُدَّ لِلْعُرْسِ مِنْ وَلِيْمَة {رواه احمد}
Artinya: “Dari Buraidah, ia berkata, “Ketika Ali melamar Fatimah, Rasulullah SAW, bersabda, “Sesungguhnya untuk pesta perkawinan harus ada walinya.” (HR. Ahmad)

 قَالَ اَنَسٌ : مَا اَوْلَمَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِمْرَاَةٍ مِنْ نِسَائِهِ مَا اَوْلَمَ عَلَى زَيْنَبِ وَجَعَلَ يَبْعَثُنِى فَاَدْعُوْا لَهُ النَّاسَ فَاطْعَمَهُمْ خُبْزًا وَلَحْمًا حَتَى شَبِعُوْا {الحديث}
Artinya: “Annas ra berkata, “Rasulullah SAW, tidak pernah pengadakan walimah bagi istri-istrinya, juga bagi Zainab”. Beliau menyuruh aku, lalu aku memanggil orang atas nama beliau. Kemudian beliau hidangkan kepada mereka roti dan daging sampai mereka kenyang”. (Al-Hadits)
Beberapa hadits tersebut diatas menunjukkan bahwa walimah itu boleh diadakan dengan makanan apa saja sesuai kemampuan. Hal itu ditunjukkan oleh Nabi SAW, bahwa perbedaan-perbedaan dalam mengadakan walimah oleh beliau bukan membedakan atau melebihkan salah satu dari yang lain, tetapi semata-mata disesuaikan dengan keadaan ketika sulit atau lapang.
2.      Hukum menghadiri undangan walimah
Untuk menunjukkan perhatian, memeriahkan, dan menggembirakan orang yang mengundang, maka orang yang diundang walimah wajib mendatanginya. Adapun wajibnya mendatangi undangan walimah, apabila:
a. Tidak ada uzur syar’i
b. Dalam walimah itu tidak ada atau tidak digunakan untuk perbuatan munkar c. Yang diundang baik dari kalangan orang kaya maupun miskin.[12]
Dasar hukum wajibnya mendatangi undangan walimah adalah hadits Nabi SAW, sebagai berikut: عَنِ ابْنِ عُمَرَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِذَادُعِيَ اَحَدُكُمْ اِلَى وَلِيْمَةٍ فَلْيَاءْ تِهَا {رواه البخارى}
Artinya: “Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah SAW, telah bersabda, “Jika salah seorang di antaramu diundang kewalimahan, hendaklah ia datangi.” (HR. Bukhari)
 عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ اَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : وَمَنْ تَرَكَ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ {رواه البخارى
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. Bahwa Rasulullah SAW, telah bersabda, “Barang siapa meninggalkan undangan, sesungguhnya ia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari)
 وَعَنْهُ اَنَّهُ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَوْ دُعِيْتُ اِلَى كُرَاعٍ لاَ َجَبْتُ وَلَوْ اُهْدِيَ اِلَيَّ ذِرَاعٌ لَقَبِلْتُ
البخارى{رواه }
 Artinya: “Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda,” Andaikata aku diundang untuk makan kambing, niscaya saya datangi, Dan andaikata aku dihadiahi kaki depan kambing, niscaya aku terima.” (HR. Bukhari)
 Jika undangan itu bersifat umum, tidak tertuju kepada orang-orang tertentu, maka tidak wajib mendatangi, tidak juga sunnah. Misalnya orna gyang mengundang berkata, “Wahai orang banyak! Datangilah walimah saya, tanpa menyebut orang tertentu, atau dikatakan, “Undanglah setiap orang yang kamu temui”.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
 قَالَ اَنَسٌ : تَزَوَّجْ النَّبِىَّ ص.م. فَدَخَلَ بِاَهْلِهِ فَصَنَعَتْ اُمِّى اُمُّ سُلَيْمٍ حَيْسًا فَجَعَلَتْهُ فِى تَوْرٍفَقَالَتْ : يَا اَخِيْ اِذْهَبْ بِهِ اِلَى رَسُوْلَ اللهِ ص.م. فَذَهَبْتُ بِهِ فَقَالَ : ضَعْهُ , ثُمَّ قَالَ : اُدْعُ فُلاَ نًا وَمَنْ لَقِيْتَ فَدَعَوْتُ مَنْ سَمَّى وَمَنْ لَقِيْتُ {رواه مسلم}
 Artinya: “Anas berkata, “Nabi SAW, menikah lalu masuk bersama istrinya. Kemudian ibuku membuat kue untuk Ummu Salamah, lalu menempatkannya pada bejana. Lalu ia berkata, “Wahai saudaraku, bawalah ini kepada Rasulullah SAW, lalu aku bawa kepada beliau, maka sabdanya, “Letakkanlah.” Kemudian sabdanya lagi, “Undanglah si Anu dan si Anu, dan orang-orang yang kau temui”. Lalu saya undang orang-orang yang disebutkan dan saya temui.”(HR. Muslim)
Ada yang berpendapat bahwa hokum menghadiri undangan adalah wajib kifayah. Dan ada juga yang berpendapat hukumnya sunnah. Akan tetapi, pendapat pertamalah yang lebih jelas. Adapun hokum mendatangi undangan selain walimah, menurut jumhur ulama adalah sunnah muakad. Sebagian golongan Syafi’I berpendapat wajib. Akan tetapi, Ibnu Hazm menyangkal bahwa pendapat ini dari jumhur sahabat dan tabi’in, karena hadis-hadis di atas memberikan pengertian tentang wajibnya menghadiri undangan, baik undangan maupun walinya.
Secara rinci undangan itu wajib didatangi, apabila memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Pengundangannya mukallaf, merdeka dan berakal sehat.
b. Undangannya tidak dikhususkan kepada orang-orang kaya saja, sedangkan orang miskin tidak.
c. Undangan tidak ditujukan hanya kepada orang yang disenangi dan dihormati
d. Pengundangnya beragama Islam (pendapat yang lebih sah)
e. Khusus pada hari pertama (pendapat yang lebih terkenal)
f. Belum didahului oleh undangan lain. Kalau ada undangan lain, maka yang pertama harus didahulukan.
g. Tidak ada kemungkaran dan hal-hal lain yang menghalangi kehadirannya.
h. Yang diundang tidak ada uzur syar’i. Memperhatikan syarat-syarat tersebut, jelas bahwa apabila walimah dalam pesta perkawinan hanya mengundang orang-orang kaya saja, maka hukumnya adalah makruh.[13]

1.3         Hikmah Walimah
Diadakannya walimah dalam pesta perkawinan mempunyai beberapa keuntungan (hikmah), antara lain sebagai berikut:
1. Merupakan rasa syukur kepada Allah SWT
2. Tanda penyerahan anak gadis kepada suami dari kedua orang tuanya.
3. Sebagai tanda resminya adanya akad nikah
4. Sebagai tanda memulai hidup baru bagi suami isteri
5. Sebagai realisasi arti sosiologis dari akad nikah





BAB III
KESIMPULAN

Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang wanita dengan member hak kepadanya, di antaranya adlah hak untuk menerima mahar (maskawin). Mahar hanya diberikan oleh calon suami kepada calon istri, bukan kepada wanita lain atau siapapun walaupun sangat dekat dengannya.
Walimah diadakan ketika acara akad nikah berlangsung, atau sesudahnya, atau ketika hari perkawinan (mencampuri istrinya) atau sesudahnya. Bisa juga diadakan tergantung adat dan kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. Jumhur ulama sepakat bahwa mengadakan walimah itu hukumnya sunnah mua’kad. Untuk menunjukkan perhatian, memeriahkan, dan menggembirakan orang yang mengundang, maka orang yang diundang walimah wajib mendatanginya.





















DAFTAR PUSTAKA

Abdul rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, Jakarta: kencana, 2010
Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Munakahat, Jakarta: Amzah, 2009
H.S.A Al-Hamdani, Risalah Nikah ( Hukum Perkawinan Islam), Jakarta: Pustaka Amani, 2002
Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2009,
Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah Juz 7. 1999


[1] Abdul Rahman Ghozali, Fiqh Munakahat, (kencana: Jakarta, 2010), hlm 84
[2] Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Munakahat, (Amzah: Jakarta, 2009), hlm 175
[3] Abdul rahman Ghozali, op.cit, hlm 85
[4] Ibid, hlm 86
[5] Ibid, hlm 87
[6] H.S.A Al-Hamdani, Risalah Nikah (hukum perkawinan islam), (Pustaka Amani: Jakarta, 2002), hlm 131
[7] Abdul rahman Ghozali, op.cit, hlm 88
[8] Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Munakahat, op.cit, hlm 190
[9] Abdul Rahman Ghozali, op.cit, hlm 92-93
[10]Ibid, hlm 93-94
[11] Sulaiman Rasyid, Fiqih Islam, (Sinar Baru Algensindo, Bandung: 2009), hlm. 37
[12] Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah Juz 7. 1999


[13] Ibid. hlm. 42

2 komentar:

  1. Casino Lake Tahoe, Nevada, United States - Mapyro
    Directions to Casino Lake Tahoe, Nevada, United 부천 출장샵 States. 양주 출장샵 State Map. Casino 당진 출장샵 Lake Tahoe, Nevada, 아산 출장마사지 United States. Distance: 사천 출장샵 5.9 miles

    BalasHapus
  2. What are the best casinos to play in 2021?
    Which worrione casinos offer goyangfc.com slots? — Casino Sites. Best casino sites are those that allow players to try a casinosites.one game from anywhere. The most common online titanium flat iron slots

    BalasHapus